MAKALAH SISTEM NEUROBEHAVIOR
“MULTIPEL
SKLEROSIS”
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN-PEKALONGAN
2011
KONSEP TEORI
A. Definisi
Multipel
sklerosis adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan respon imun yang di mediasi
sel dan respon imun humoral dengan antibodi dan sel T yang diaktivasi, yang
keduanya diproduksi melawan antigen sendiri.(elizabeth j corwin; hal :263)
Multipel
slerosis merupakan gangguan yang dalam bentuk paling khasnya ditandai oleh lesi
pada SSP yang terpisah dalam hal waktu dan lokasi. (lionel Ginsberg ;hal143)
Multiple
sklerosis merupakan keadaan kronis, penyakit sistem saraf pusat degeratif di
karakteristikan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak kecildan medulla
spinalis. Demielinasi menunjukkan
kerusakan myelin, adanya material lunak dan protein di sekitar. (bunner &
suddarth; hal: 2182)
B. Etiologi
Penyebab
multiple sklerosis saat
ini adalah agen lingkungan, misalnya virus, memicu kondisi pada individu yang
rentan secara genetic.
Peran
mekanisme imun pada pathogenesis sklerosis multiple didukung beberapa temuan,
seperti adanya sel inflamasi kronik pada plak aktif dan hubungan kondisi ini
dengan gen spesifik pada kompleks histokompabilitas mayor (major
histocompability, MHC). Banyak gangguan autoimun yang ternyata berhubungan
dengan kelompok agen ini.
Hubungan dengan MHC merupakan salah satu bukti
pengaruh komponen genetic dalam etiologi multiple sklerosis, begitu pula adanya
kasus pada keluarga. Dan temuan peningkatan kejadian pada kasus kembar identik
(monozigot) dibandingkan kembar non identik (dizigot). Akan tetapi , belum
ditemukan gen tunggal yang penting untuk terjadinya multiple sklerosis. (lionel
gisberg, neurologi, hal :143)
C. Patofisiologi
Penyakit
ini terutama mengenai subtansia alba otak dan medulla spinalis, serta nervus
optikus. Ditemukan sel inflamasi kronik dan kerusakan myelin dengan akson yang
relative masih baik. Pada subtansia alba terdapat area yang relative tampak
normal yang berselang-seling dengan focus inflamasi dan demielinasi yang
disebut juga plak. Yang seringkali terletak dekat venula. Demielinasi inflamasi
jalur SSP menyebabkan penurunan dan gangguan kecepatan hantar saraf dan
akhirnya hilangnya penghantaran informasi oleh jaras tertentu.
Plak
inflamasi akan mengalami evolusi seiring dengan waktu. Pada tahap awal terjadi
perombakan lokal sawar darah-otak. Diikuti inflamasi dengan edema, hilangnya
myelin dan akhirnya jaringan parut SSP yaitu gliosis. Hasil akhir akan menyebabkan
area sklerosis yang mengerut, yang berkaitan dengan deficit klinis minimal
dibandingkan saat plak masih aktif. Hal ini sebagian disebabkan oleh
remielinasi yang merupakan potensi SSP, dan juga memperjelas kembalinya fungsi
dengan resolusi inflamasi dan edema. Keadaan patologis ini berhubungan dengan
pola klinis relaps sklerosis multiple, yaitu terjadi gejala untuk suatu periode
tertentu yang selanjutnya membaik secara parsial atau total. Lesi inflamasi
lebih lanjut yang terletak dekat lokasi kerusakan yang sudah ada sebelumnya
akan menyebabkan akumulasi deficit neurologis. Plak tidak harus berhubungan
dengan kejadian klinis spesifik, misalnya jika plak hanya kecil dan terletak
pada area SSP yang relative tenang.
(lionel gisberg, neurologi, hal :143)
D. Manifestasi
klinis
Tanda-tanda
dan gejala-gejala beragam dan banyak, mencerminkan letak lesi atau kombinasi lesi.
Ø Gejala-gejala
utama yang ditunjukkan adalah keletihan, kelemahan, dan penurunan keseimbangan.
Ø Gangguan
penglihatan: penglihatan tak jelas, bercak mata(skotoma), atau mungkin terjadi
kebutaan total.
Ø Kelemahan
ekstermitas spastic dan kehilangan reflex abdomen
Ø Disfungsi
sensori
Ø Masalah
kognitif dan psikososial
Ø Ketidakmantapan
emosional dan euphoria
Ø Ataksia
dan tremor
Ø Masalah-masalah
kandung kemih, usus dan seksual
(KMB
: brunner & suddart :hal 521)
E. Klasifikasi
Cara kerja
penyakit MS tidak terduga, Bagi sebagian orang, penyakit ini hanya sedikit
mengganggu, sedangkan yang lain mengalami perburukan yang cepat hingga
membuatnya sama sekali tidak berdaya,
dan sebagian yang lain berada diantara dua kondisi ekstrem tersebut.
Walaupun setiap individu mengalami
kombinasi kondisi gejala MS yang berbeda tetapi kita dapat
mengklasifikasikan MS menjadi beberapa
tipe/jenis yaitu:
a. Relapsing
–remiting MS (MS hilang-timbul /kekambuhan )
Pada
MS jenis ini, terjadi beberapa kali
kekambuhan(serangan)
yang tidak terduga. Serangan ini berlangsung dalam waktu yang bervariasi (dalam
hitungan hari/bulan ) dan dapat pilih secara parsial atau total. Jenis ini
dapat bersifat “tidak aktif” selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Frekuensi kurang lebih 25% .
b. Benign
MS (multiple sklerosis jinak)
Setelah
satu atau dua kali seranngan dan kemudian pulih total, MS jenis ini tidak
mengalami perburukan dan tidak timbul kecacatan permanen . MS jinak hanya dapat
diidentifikasikan ketika adanya serangan ringan yang timbul pada masa 10-15tahun setelah seranagan dan
pada awalnya dapat di kategorikan serbagai MS hilang-timbul. MS jinak
cenderungn berhubunagn dengan gejala-gejala yang tidak parah ketika terjadinya
serangan (contohnya pada pasien sensorik) frekuensi kurang lebih 20%.
c. Secondary
progressive MS (MS progesif sekunder)
Bagi
beberapa orang yang pada awalnya mengalami MS hilang-timbul, dalam perjalanan
penyakkitnya ada bentuk perkembangan lebih lanjut yang mengarah pada
ketidkmampuan yang bersifat progresif , dan seringkali disertai kekambuhan
terus menerus , frekuensi kurang lebih 40%.
d. Primary
progressive MS (MS progresiv primer)
MS
jenis ini ditandai tidak adanya seranagn yang parah, tetapi ada
serangan-serangan kecil dengan gejala-gejala yang terus memburuk secara nyata.
Terjadi satu akumulasi perburukan dan ketidakmampuan yang dapat membawa
penderita pada tingkat yang semakin rendah atau terus berlanjut hingga
berbulan-bulan atau bertahun-tahun, frekuensi kurang lebih 15%.
(http:
msandme.multiply.com/ journal/item/1)
F. Komplikasi
à
Defisit neurologi berat
yang menckup hilangnya penglihatan, peningkatan keletihan, dan deteriorasi
intelektual dapat terjadi pada proses penyakit
à
Depresi, kehilangan
dukungan social stress keluarga dan pasangan, dan masalah financial biasa
terjadi.
(elizabeth j
corwin;hal:262)
G. Pemeriksaan
penunjang
1. MRI
otak dan medulla spinalis yang dapat menunjukkan lesi plak demielinasi.
2. Potensial
bangkitan visual, yang dapat menunjukkan perlambatan konduksi sentral jalur
visual, misalnya akibat neuritis optic subklinis sebelumnya.
3. Pemeriksaan
cairan serebrospinal, yang dapat menunjukkan perubahan nonspesisfik termasuk limfositosis dengan penyakit aktif,
dan peningkatan protein.
(lionel
ginsberg ; hal:146)
H. Penatalaksaan
1. Terapi
imunosupresan agresif pada permulaan penyakit dan pada seiap eksaserbasi dapat
membatasi kerusakan autoimun neuro atau myelin.
2. Obat
antivirus dapat memperlambat
perkembangan penyakit.
3. Penyuluhan
tentang latihan kandung kemih, fungsi seksual, dan menghindari, komplikasi yang
berkaitan dengan penurunan mobilitas,
dapat meningkatkan kepuasaan gaya hidup dan kesehatan secara keseluruhan.
4. Penyuluhan
mengenai perlunya menghindari keletihan kronis dan suhu tinggi dapat mengurangi
gejala.
5. Terapi
obat inovatif diujicobakan yang ditujukan untuk meningkatkan toleransi diri
antigenic dengan memberikan protein myelin untuk ingesti.
(elizabeth j
corwin;hal:263)
I. ASUHAN
KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengkajian
keperawatan menunjukkan masalah yang actual dan resiko berkaitan dengan
penyakit yang mencakup masalah neurologis, komplikasi sekunder dan pengaruh
penyakit terhadap klien dan keluarga. Gerakan dan kemampuan berjalan klien
diobservasi untuk menentukan apakah ada kemungkinan resiko jatuh. Pengkajian
fungsi dilakukan baik ketika klien cukup istirahat dan ketika mengalami
keletihan, perlu dikaji untuk adanya kelemahan,spasitisitas, kerusakan
penglihatan, dan inkontinensia.
1. Anamnesis
Identitas
klien meliputi nama, umur (lebih sering pada kelompok dewasa muda, antara 18-40
tahun), jenis kelamin (lebih sering menyerang wanita dibandingkan dengan pria),
pendidikan, alamat, pekarjaan, agama,suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah
sakit, nomor register, dan diagnose medis.
Keluhan utama yang sering menjadi
alas an kilen dan keluarga untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak, penurunan daya ingat, serta gangguan sensorik dan penglihatan.
2. Riwayat
penyakit saat ini
Pada
anamnesis, klien sering mengeluhkan parestesia (baal, persaan geli, perasaan
“mati”, tertusuk-tusuk jarum dan peniti”), penglihatan kabur, lapang pandang
semakin menyempit, dan mengeluh tungkainya seakan-akan meloncat secara spontan
terutama apabila ia sedang berada ditempat tidur. Merasa lelah dan berat pada
satu tungkai dan pada waktu berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret
maju, dan pengontrolan kurang sekali.
Pada
beberapa kasus, keluarga sering mengeluhkan bahwa klien sering bertingkah laku
euphoria, suatu perasaan sering mengeluhkan bahwa klien sering bertingkah laku
euphoria, suatu perasaan senang yang tidak realities. Ini diduga disebabkan
terserangnya subtansia alaba lobus frontalis. Pada tahap lanjut daripenyakit,
klien sering mengeluhkan retensi akut dan inkontinensia.
3. Riwayat
penyakit dahulu
Pengkajian
yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat infeksi pada masa kanak-kanak.
Namun hubungan riwayat infeksi virus yang menyerang pada masa kanak-kanak belum
diketahui bagaimana menyebabkan multiple sklerosis pada waktu mulai mengijak
masa dewasa muda, virus campak (rubella) diduga sebagai penyebab penyakit ini.
4. Riwayat
penyakit keluarga
Penyakit
ini sedikit lebih banyak ditemukan diantara keluarga yang pernah menderita
penyakit tersebut, yaitu kira-kira 6-8 kali lebih sering pada keluarga dekat.
Masih dipertanyakan apakah meningkatnya kasus pada keluarga diakibatkan oleh
predisposisi genetic (tak terdapat pola herediter).
5. Pengkajian
psiko social
Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Adanya perubahan hubungan dan peran
karena klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan berbicara.
Pola persepsi dan konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Perubahan yang terpenting pada
klien dengan penyakit multiple sklerosis adalah adanya gangguan efek, berupa
euphoria. Keluhan lain yang melibatkan gangguan serebri dapat berupa hilangnya
daya ingat dan demensia. Masalah-masalah emosi,social, pernikahan, ekonomi,
pendidikan yang dihadapi klien juga dapat menjadi akibat dari penyakit.
6. Pemeriksaan
fisik
Setelah
melakukan anamnesis yang mengarahkan pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan
fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaliknya dilakukan persistem (B1-B6) dan terarah dengan
focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (brain) dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien.
a. Keadaan
umum
Klien dengan
multiple sklerosis umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya
perubahan tanda-tanda vital meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan
frekuensi pernapasan yang berhubungan dengan bercak lesi di medulla spinalis.
§
B1 (breathing)
Pada umumnya
klien dengan multiple sklerosis tidak mengalami gangguan pada system
pernapasan. Pada beberapa klien yang telah lama menderita multipel sklerosis
akan mengalami gangguan fungsi pernapasan. ini terjadi akibat tirah baring
dalam jangka waktu yang lama. Pemeriksaan fisik didapat meliputi:
·
Inspeksi
Didapatkan klien
batuk atau mengalami penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan
produksi sputum, sesak napas, dan penggunaan otot bantu napas.
·
Palpasi
Didapatkan
taktil fermitus seimbang kanan dan kiri
·
Perkusi
Didapatkan
adanya suara resonan pada seluruh lapang paru
·
Auskultasi
Didapatkan bunyi
napas tambahan seperti napas berbunyi stridor, ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi secret, dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien dengan inaktivitas.
§
B2 (blood)
Pada umumnya
klien dengan multiple sklerosis tidak
mengalami gangguan pada system kardiovaskuler. Akibat dari tirah baring lama
dan inaktivitas biasanya klien mengalami hipotensi postural.
§
B3 (brain)
Pengkajian B3
(brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengakajian
pada system lainnya.
b. Tingkat
kesadaran
Tingkat
kesadaran klien biasanya compos mentis.
c. Pemeriksaan
fungsi serebri
Status mental :
biasanya statuts mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan
penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori baik jangka
pendek dan jangka panjang. Adanya gangguan efek berupa euphoria merupakan tanda
yang khas pada klien multiple sklerosis.
d. Pemeriksaan
saraf cranial
ü Saraf
1: biasanya pada klien multiple sklerosis tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelaianan.
ü Saraf II: hasil tes ketajaman penglihatan mengalami
perubahan penurunan ketajaman penglihatan. Sejumlah besar klien menderita
gangguan penglihatan sebagai gajala-gejala awal. Dapat terjadi kekaburan
penglihatan, lapang pandang, yang abnormal dengan bintik buta (skotoma) baik
pada satu ataupun pada kedua mata. Salah satu mata mungkin mengalami kebutaan
total. Gangguan-gangguan visual ini diakibatkan oleh neuritis saraf optikus.
Lesi pada batang otak yang menyerang nucleus atau serabut-serabut traktus pada
otot-otot ekstraokuler dan nistagmus (gerakan osilasi bola mata yang cepat
dalam arah horizontal atau vertikal).
ü Saraf
III, IV, dan VI
Pada beberapa
kasus multiple sklerosis biasanya tidak di temukan adanya kelainan pada saraf
ini.
ü Saraf
VI
Wajah simetris
dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
ü Saraf VII
Persepsi
pengecapan dalam batas noramal.
ü Saraf VIII
Tidak ditemukan
adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
ü Saraf IX dan X
Didapatkan
kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan perubahan status
kognitif (klien tidak kooperatif)
ü Saraf
XI
Tidak ada atrofi
otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
ü Saraf
XII
Lidah simetris,
tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan
normal.
e. Sistem
motorik
Kelemahan spatik
anggota gerak dengan manifestasi berbagai gejala. Meliputi kelemahan anggota
gerak pada satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetris pada keempat anggota
gerak. Merasa lelah dan berat pada satu tungkai dan pada waktu berjalan
terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju dan pengontrolannya kurang
sekali. Klien dapat mengeluh tungkainya seakan-akan meloncat secara spontan
terutama apabila ia sedang berada ditempat tidur. Keadaan spastis yang lebih
berat disertai dengan spasme otot yang nyeri.
f. Pemeriksaan
refleks
Refleks tendon
hiperaktif dan refleks-refleks abdominal tidak ada. Respon plantar, tanda ini
merupakan indikasi terserangnya lintasan kortikospinal.
g. Sistem
sensorik
Gangguan
sensorik berupa parestesia (baal, perasaan geli, perasaan mati, tertusuk-tusuk
jarum dan peniti)
§
B4 (blandder)
Disfungsi
kandung kemih. Lesi pada traktus kortikospinal menimbulkan gangguan pengaturan
sfingter sehingga timbul keraguan untuk berkemih, frekuensi, dan urgensi
berkemih yang menunjukkan berkurangnya kapasitas kandung kemih yang spastis.
Kecuali itu juga timbul retensi akut dan inkontinensia.
§
B5 (bowel)
Pemenuhan
nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena
kelemahan fisik umum daan perubahan status kognitif. Karena penurunan aktivitas
umum lien sering mengalami konstipasi.
§
B6 (bone)
Pada beberapa
keadaan kilen multiple sklerosis biasanya didapatkan adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan spastic anggota gerak. Kelemahan anggota gerak
pada satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetris pada keempat anggota gerak.
Merasa lelah dan berat pada satu tungkai, pada waktu berjalan terlihat jelas
kaki yang sebelah terseret maju dengan pengontrolan yang kurang sekali. Klien
dapat mengeluh tungkainya seakan-akan meloncat secara s[ontan terutama apabila
ia sedang berada ditempat tidur. Keadaan spastic yang berat di sertai dengan
spasme otot yang nyeri. Adanya gangguan keseimbangan dan koordinasi dalam
melakukan pergerakan karena perubahan pada gaya berjalan dan kaku pada seluruh
gerakan memberikan resiko pada trauma fisik bila mlakukan aktivitas.
Resiko dari multiple sklerosis terhadap
system ini berupa komplikasi sekunder seperti resiko kerusakn integritas
jaringan kulit (dekubitus) akibat penekanan setempat ari tirah baring lama,
deformitas, kontraktur, dan edema, dependen pada kaki.
DIAGNOSA
KEPERAWATA N
1) Hambatan
mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan, paresis, dan spastisitas.
2) Resiko
tinggi cedera yang berhubungan dengan kerusakan sensorik dan penglihatan,
dampak tirah baring,lama, dan kelemahan spastis.
3) Resiko
tinggi gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam, klien mampu mempertahankan keutuhan kulit.
4) Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan intake nutrisi yang
tidak adekuat.
5) Kerusakan
komunikasi verbal yang behubungan dengan disatria, ataksia serebri sekunder
dari kerusakan serebri.
6) Deficit
perawatan diri (makan, minum,berpakaian, higiene) yang berhubungan dengan
perubahan kemampuan merawat diri sendiri, kelemahan fisik spastis.
RENCANA INTERVENSI
Sasaran utama untuk klien peningkatan
mobilitas fisik, menghindari cedera, pencapaian kontinens kandung kemih dan
usus, perbaiakn fungsi kognitif, perkembangan kekuatan koping, perbaikan
perawat diri, dan adaptasi terhadap disfungsi seksual. Program individu
terhadap terapi fisik, rehabilitas, dan pengetahuan dikombinasi dengan dukungan
emosi. Intervensikeperawatan bertujuan meningkatkan pengetahuan klien untuk
memungkinkan.
DIANGNOSA
KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1) Hambatan
mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan, paresis, dan spastisitas.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam, klien dapat
melaksanakan aktivitas fisik sesuai kemampuan dengan. menunjukkan
tindakan untuk meningkatkan mobilitas fisik.
kriteria
hasil : klien dapat ikut serta dalam
program latihan.
Tidak terjadi kontraktur sendi
Bertambahnya kekuatan otot.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
a) Kaji
mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan. Kaji secar
ateratur fungsi motorik.
|
1. Mengetahui
tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
|
2. Modifikasi
peningkatan mobilitas fisik.
|
2. Untuk menguatkan otot yang lemah
karena penurunan kekuatan otot adalah masalah signifikan pada klien ini.
|
3. Anjurkan
teknik aktivitas dan teknik
istirahat.
|
3. Klien
dianjurkan untuk melakukan aktivitas melelahkan dalam waktu singkat. Latihan
fisik yang giat tidak dianjurkan karena hal itu meningkatkan suhu tubuh dan
dapat menimbulkan gejala yang lebih buruk. Lamanya latihan yang melelahkan
ekstremitas dapat menyebabkan paresis, kebas atau tidak ada koordinasi, klien
dianjurkan untuk tetap sering beristirahat pada periode pendek, dan berbaring
lebih disukai. Kelelahan yang berlebihan dapat berhubungan dengan factor
penyebab gejala eksaserbasi.
|
4. Ajarkan
teknik latihan jalan
|
4. Latihan
berjalan meningkatkan gaya berjalan, karena umumnya pada keadaan tersebut,
kaki dan telapak kaki kehilangan sensasi positif. Jika kelompok otot yang
terpengaruh tidak dapat smbuh maka otot-otot lain dapat dicoba untuk
melakukan aksi.
|
5. Ubah posisi klien tiap 2jam
|
5. Menurunkan resiko terjadinya iskemia
jaringan akibat sirkulasi darah yang buruk pada daerah yang tertekan.
|
6. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak
aktif pada ekremitas yang tidak sakit.
|
6. Gerak
aktif memberikan masa, tonus, dan kekuatan otot, serta memperbaikan fungsi
jantung dan pernapasan.
|
7. Lakukan gerak pasif pada ekstermitas
yang sakit
|
7. Otot volunter untuk geraakan kehilangan tonusdan kekuatannya
bila tidak dilatih untuk gerak.
|
8. Bantu klien untuk melakuakn ROOM ,
perawatan diri sesuai toleransi.
|
8. Untuk memelihara fleksibilitas sendi
sesuai kemampuan.
|
b) Resiko
tinggi cedera yang berhubungan dengan kerusakan sensorik dan penglihatan, dampak
tirah baring,lama, dan kelemahan spastis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam, klien tidak mengalami resiko cidera dengan
kriteria hasil: klien mau
berpartisipasi terhadap pencegahan trauma, dekubitus tidak terjadi, kontraktur sendi tidak
terjadi, dan tidak jatuh dari tempat tidur.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Pertahankan tirah baring dan
imobilisasi
sesuai indikasi
|
1. Ramentulang rangsang nyeri akibat gesekan antara fragen
tulang dengan jaringan lunak disekitarnya.
|
2. Berikan kaca mata sesuai klien.
|
2. Untuk
memblok impuls penglihatan pada suatu mata bila klien mengalami diplopia
(penglihatan ganda).
|
3. Minimalkan efek imobilitas.
|
3. Untuk
mencegah komplikasi berupa pengkajian dan mempertahankan intergritas kulit
dan latihan napas dalam serta batuk.
|
4. Modifikasi pencegahan cedera.
|
4. Pencegahan
cidera dilakukan pada klien multiple sklerosis jika di funsi motorik
menyebabkan masalah akibat tidak adanya koordinasi dan adanya kekakuan, atau
jika ataksia ada, klien beresiko jatuh.
|
5. Modifikasi lingkungan.
|
5. Untuk
mengatasi ketidak kemampuan.
|
6. Ajarkan teknik berjalan.
|
6. Jika
kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh, klien dianjurkan untuk melihat kaki
sambil berjalan. Berjalan dengan langkah cepat dicoba dengan alat bantu dan
terapi fisik.
|
7. Berikan terapi okupasi.
|
7. Terapi
okupasi merupakan sumber yang membantu individu dalam memberi anjuran dan
memnjamin bantuan untuk meningkatkan kemandirian. Jika tidak ada koordinasi
dan tremor ekstremitas atas terjadi ketika gerak volunter diupayakan (tremor intense). Gelang pemberat atau
manset pada pergelangan tangan dapat menolong. Klien dilatih untuk berpndah
nmelakukan aktivitas sehari-hari.
|
c) Resiko
tinggi gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam, klien mampu mempertahankan keutuhan kulit.
kriteria hasil : klien mau
berpartisipasi terhadap pencegahan luka, mengethui penyebab dan cara pencegahan
luka, tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka, kulit kering.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM
dan mobilisasi jika mungkin.
|
1. Meningkatkan aliran darah ke seluruh
tubuh
|
2. Ubah posisi tiap 2 jam
|
2. Menghindari tekanan dan menungkatkan
aliran darah.
|
3. Gunakan pengajal lunak di bawah
daerah –daerah (tulang) yang menonjol.
|
3. Menghindari tekanan yang berlebihan
pada daerah (tulang) yang menonjol
|
4. Lakukan masase pada daerah (tulang)
yang menonjol baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi.
|
4. Menghindari kerusakan-kerusakan
kapiler.
|
5. Bersihkan dan keringkan kulit,
jagalah tenun tetap kering.
|
5. Meningkatkan integritas kulit dan
mengurangi resiko kelembaban kulit.
|
d) Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan intake nutrisi yang
tidak adekuat.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam, kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
kriteria hasil : klien mengerti
tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh, memperhatikan kenaikan berat badan
sesuai dengan hasil pemeriksaan labolatorium.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Evaluasi kemampuan makan klien
|
1. Klien mengalami kesulitan dalam
mempertahankan berat badan mereka. Mulut mereka kering akibat obat-obatan dan
mengalami kesulitan menguyah dan menelan
|
2. Timbang badan jika memungkinkan
|
2. Tanda kehilangan berat badan (7-10%)
dari kekurangan asupan nutrisi menunjang terjadinya masalah katabolisme,
kandungan glikogen dalam otot dan kepekaan terhadap pemasangan ventilator.
|
3. Manajemen mencapai kemampuan menelan
:
Gangguan
menelan disebabkan oleh tremor pada lidah, ragu-ragu dalam memulai menelan,
kesulitan dalam membentuk makanan dalam bentuk bolus.
Makanan
setengah padat dengan sedikit air memudahkan untuk menelan.
Klien
dianjurkan untuk menelan secara berurutan.
Klien
dianjarkan untuk meletakkan makanan diatas lidah, menutup bibir dan gigi, dan
menelan.
Klien
dianjurkan untuk menguyah pertama kali pada satu sisi mulut dan kemudian ke
sisi lain.
Untuk
mengontrol saliva, klien dianjurkan untuk menahan kepala tetap tegak dan
membuat keadaan sadar untuk menelan.
Masase
otot wajah dan leher sebelum makan dapat membantu.
Berikan makanan kecil dan lunak.
|
3. Meningkatkan kemampuan klien dalam
menelan dan dapat membantu pemenuhan nutrisi klien via oral. Tujuan lain
adalah mencegah terjadinya kelelahan, memudahkan masuknya makanan, dan
mencegah gangguan pada lambung.
|
4. Anjurkan pemberian cairan 2500
cc/hari selama terjadi gangguan jantung.
|
4. Mencegah terhadinya dehidrasi akibat
penggunaan ventilator selama klien tidak sadar dari mencegah terjadinya
konstipasi.
|
5. Lakukan pemeriksaan laboratorium yang
diindikasikan, seperti serum, transferin, BUN/ kreatinin, dan glukosa
|
5. Memberikan informasi yang tepat
tentang keadaan nutrisi yang dibutuhkan klien.
|
e) Kerusakan
komunikasi verbal yang behubungan dengan disatria, ataksia serebri sekunder
dari kerusakan serebri.
Tujuan : dilakukan tindakan keperawatan
selama 2x24 jam, klien mengunakan komunikasi yang efektif sesui kondisinya.
Kriteria hasil : membuat teknik komunikasi
yang dapat dimengerti sesuai ke
butuhan dan meningkatkan kemampuan
berkomunikasi.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi.
|
1. gangguan berbicara terjadi pada banyak klien
yang mengalami penyakit multiple sklerosis. Bicara mereka yang lemah,
monoton, halus, menuntut kesadaran berupaya untuk berbicara dengan lambat,
dengan penekanan perhatian pada apa yang mereka katakan.
|
2. menentukan cara komunikasi, seperti
mempertahankan kontak mata, pertanyaan dengan jawaban ya / tidak, menggunakan
kertas dan pensil, bahasa isyarat, penjelasan arti dari komunikasi yang
disampaikan
|
2.
mempertahankan kontak mata akan membuat klien tertarik selama
komunikasi, jika klien dapat menggerakkan kepala, mengedipkan mata, atau
senang dengan isyarat-isyarat sederhana. Kemampuan menulis kadang melelahkan
klien selain itu dapat mengakibatkan frustasi dalam upaya memenuhi kebutuhan
komunikasi. Keluarga dapat bekerja sama untuk membantu memenuhi kebutuhan
klien.
|
3. buatlah catatan dikantor
perawatan tentang keadaan klien yang dapat berbicara.
|
3. mengingatkan staf perawat untuk berespon dengan
klien selama memberikan perawatan.
|
4. buatlah rekaman pembicaraan
klien
|
4. untuk memantau perkembangan klien. Amplifier
kecil membantu bila klien mengalami kesulitan mendengar.
|
f) Deficit
perawatan diri (makan, minum,berpakaian, higiene) yang berhubungan dengan
perubahan kemampuan merawat diri sendiri, kelemahan fisik spastis.
Tujuan : dilakukan tindakan keperawatan
selama 2x24 jam, terjadi peningkatan dalam
perilaku perawatan diri.
Kriteria hasil :klien dapat
menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri dan
mengidentifikasi personal/ keluarga yang dapat membantu.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. kaji kemampuan dan tingkat
penurunan dan skala 0-4 untuk melakukan ADL
|
1. membantu dalam mengantisipasi dan
merencanakan pertemuan kebutuhan individual.
|
2. hindari apa
yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu.
|
2. Untuk
mencegah frustasi dan merendahkan harga diri klien
|
3. ajarkan dan
dukung klien selama aktivitas.
|
3. Untuk
meningkatkan perawatan diri.
|
4. modifikasi
lingkungan
|
4. untuk
mengompensasi ketidakmampuan fungsi.
|
5.
identifikasi kebiasaan defekasi. Anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas.
|
5.
meningkatkan latihan menolong, mencegah konstipasi
|
(arif muttaqin, 2008, hal: 376 )
BAB
II
PEMBAHASAN
KASUS
A. KASUS
MULTIPEL SKLEROSIS
Seseorang perempuan berusia 22
tahun, mengeluhkan hilangnya penglihatan mata kiri selama 48 jam, dengan nyeri
di sekitar mata kiri saat menggerakkan mata kiri selama 48 jam. Pada keadaan
yang terburuk, visus mata kiri adalah 6/60 dan mata kanan normal. Pada
mata kiri, penglihatan warna berkurang dan terdapat defek pupil eferen
relative. Gejala ini membaik dalam 4 minggu. Dua tahun kemudian kedua kakinya
mati rasa. Dalam waktu 1 minggu, rasa baal menyebar dan meluas sampai pinggang,
tidak melibatkan perineum. Pemeriksaan ini menunjukkan defek pupil aferen
relative pada mata kiri, walaupun ketajaman penglihatannya normal, dan
funduskopi menunjukkan diskus optikus yang pucat. Tidak ada tanda abnormalitas
motorik pada tungkai, namun ia mengeluhkan gangguan sensasi nyeri dan suhu
pada kaki sesuai level T 10. Menurut diagnosa dokter dia menderita multipel
sklerosis.
B. PENGELOMPOKAN
DATA
Ds :
·
Klien mengeluhkan
hilangnya penglihatan mata kiri selama 48 jam,
·
Klien mengeluh nyeri di
sekitar mata kiri saat menggerakkannya.
·
Klien mengatakan
setelah dua tahun kemudian kedua kakinya mati rasa.
·
Klien mengatakan Dalam waktu 1 minggu, rasa baal menyebar dan
meluas sampai pinggang, dan tidak
melibatkan perineum
·
klien mengeluhkan
gangguan sensasi nyeri pada tungkai
Do :
·
visus mata kiri adalah
6/60
·
Pada mata kiri,
penglihatan warna berkurang dan terdapat defek pupil eferen relative
·
funduskopi menunjukkan
diskus optikus yang pucat
·
suhu pada kaki sesuai
level T 10.
C. Analisa
Data
Tanda & gejala
|
Etiologi
|
Problem
|
Ds :
·
Klien mengeluhkan hilangnya
penglihatan mata kiri selama 48 jam, dan nyeri di sekitar mata kiri saat
menggerakkannya.
Do :
·
visus mata kiri adalah 6/60
·
Pada mata kiri, penglihatan warna
berkurang dan terdapat defek pupil eferen relative
·
funduskopi menunjukkan diskus optikus
yang pucat
|
Keterbatasan mobilitas sekunder
akibat paraplegia / quadriplegia
|
Gangguan persepsi sensori
(penglihatan)
|
Ds :
·
Klien mengatakan setelah dua tahun
kemudian kedua kakinya mati rasa, Dalam waktu 1 minggu, rasa baal menyebar
dan meluas sampai pinggang, tidak melibatkan perineum
·
klien mengeluhkan gangguan sensasi
nyeri pada tungkai
Do :
·
visus mata kiri adalah 6/60
·
Pada mata kiri, penglihatan warna
berkurang dan terdapat defek pupil eferen relative
·
funduskopi menunjukkan diskus optikus
yang pucat
·
suhu pada kaki sesuai level T 10.
|
kelemahan, paresis, dan
spastisitas.
|
Kerusakan mobilitas fisik
|
Ds :
·
Klien mengeluhkan hilangnya
penglihatan mata kiri selama 48 jam, dan nyeri di sekitar mata kiri saat menggerakkannya.
·
Klien mengatakan setelah dua tahun
kemudian kedua kakinya mati rasa, Dalam waktu 1 minggu, rasa baal menyebar
dan meluas sampai pinggang, tidak melibatkan perineum
·
klien mengeluhkan gangguan sensasi
nyeri pada tungkai
Do :
·
visus mata kiri adalah 6/60
·
Pada mata kiri, penglihatan warna
berkurang dan terdapat defek pupil eferen relative
·
funduskopi menunjukkan diskus optikus
yang pucat
·
suhu pada kaki sesuai level T 10.
|
Gangguan gaya berjalan tidak
mantap, kelemahan, dan gerakan tidak terkontrol
|
Resiko cidera
|
D. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
I.
Gangguan persepsi
sensori (penglihatan) berhubungan dengan Keterbatasan mobilitas sekunder akibat paraplegia / quadriplegia
II.
Kerusakan mobilitas
fisik berhubungan dengan kelemahan, paresis, dan spastisitas.
III.
Resiko cidera
berhubungan dengan Gangguan gaya berjalan tidak mantap, kelemahan, dan gerakan
tidak terkontrol.
E. INTERVENSI
KEPERAWATAN
DX 1
I.
Gangguan persepsi
sensori (penglihatan) berhubungan dengan Keterbatasan mobilitas sekunder akibat paraplegia / quadriplegia
Tujuan dan kriteria hasil : setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah dapat teratasi dengan
kriteria yang diharapkan :
§ Penglihatannya
tidak terganggu
§ Terjadi
peningkatan ketajaman penglihatan.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Catat
reaksi pasien terhadap penurunan penglihatan
2. Terima
reaksi pasien pada penurunan penglihatan
3. Jangan
memindahkan segala sesuatu yang ada di ruangan pasien atau informasi penting
lainnya pada pasien
4. Tunjukkan
pemberian tes mata.
5. Intruksikan
parawatan mata dan berikan obat-obat yang sesuai.
|
§ Memberikan
data
§ Memberikan
pemahaman
§ Mencegah
isolasi
§ Mencegah
kehilangan penglihatan lebih lanjut.
§ Meningkatkan
kesehatan mata
|
DX 2
II.
Kerusakan mobilitas
fisik yang berhubungan dengan kelemahan, paresis, dan spastisitas.
Tujuan: Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien dapat melaksanakan aktivitas fisik sesuai
kemampuan dengan. menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
fisik,dengan kriteria hasil:
§ klien
dapat ikut serta dalam program latihan.
§ Tidak
terjadi kontraktur sendi
§ Bertambahnya
kekuatan otot.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Kaji
mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan. Kaji secar
ateratur fungsi motorik.
|
1. Mengetahui
tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
|
2. Modifikasi
peningkatan mobilitas fisik.
|
2. Untuk
menguatkan otot yang lemah karena penurunan kekuatan otot adalah masalah
signifikan pada klien ini.
|
3. Ajarkan
teknik latihan jalan
|
3. Latihan
berjalan meningkatkan gaya berjalan, karena umumnya pada keadaan tersebut,
kaki dan telapak kaki kehilangan sensasi positif. Jika kelompok otot yang
terpengaruh tidak dapat smbuh maka otot-otot lain dapat dicoba untuk
melakukan aksi.
|
4. Ubah
posisi klien tiap 2jam
|
4. Menurunkan
resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang buruk pada
daerah yang tertekan.
|
5. Ajarkan
klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekremitas yang tidak sakit.
|
5. Gerak
aktif memberikan masa, tonus, dan kekuatan otot, serta memperbaikan fungsi
jantung dan pernapasan.
|
6. Lakukan
gerak pasif pada ekstermitas yang sakit
|
6. Otot
volunter untuk geraakan kehilangan
tonusdan kekuatannya bila tidak dilatih untuk gerak.
|
7. Bantu
klien untuk melakukan ROOM , perawatan diri sesuai toleransi.
|
7. Untuk
memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
|
DX
3
III.
Resiko cidera
berhubungan dengan Gangguan gaya berjalan tidak mantap, kelemahan, dan gerakan
tidak terkontrol.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien tidak mengalami resiko
cidera dengan kriteria hasil:
§ klien
mau berpartisipasi terhadap pencegahan trauma, dekubitus tidak terjadi, kontraktur sendi tidak
terjadi, dan tidak jatuh dari tempat tidur.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Pertahankan tirah baring dan
imobilisasi sesuai indikasi
|
1. Ramentulang rangsang nyeri akibat gesekan antara fragen
tulang dengan jaringan lunak disekitarnya.
|
2. Berikan kaca mata sesuai klien.
|
2. Untuk memblok impuls
penglihatan pda suatu mata bila klien mengalami diplopia (penglihatan ganda).
Kacamata prisma dapat membantu klien yang berbaring ditempat tidur yang
mempunyai kesulitan penglihatan saat membaca dengan posisi terlentang.
|
3. Minimalkan efek imobilitas.
|
3. untuk mencegah komplikasi berupa pengkajian dan mempertahankan
intergritas kulit dan latihan napas dalam serta batuk.
|
4. Modifikasi pencegahan cedera.
|
4. Pencegahan cidera
dilakukan pada klien multiple sklerosis jika difungsi motorik menyebabkan
masalah akibat tidak adanya koordinasi dan adanya kekakuan, atau jika ataksia
ada, klien beresiko jatuh.
|
5. Modifikasi lingkungan.
|
5.Untuk mengatasi
ketidak kemampuan, klien dianjurkan untuk berjalan dengan kaki pada ruang
yang luas untuk menyediakan dasar yang luas dari untuk meningkatkan kemampuan
berjalan dengan stabil.
|
6. Ajarkan teknik berjalan.
|
6. Jika kehilangan
sensasi terhadap posisi tubuh, klien dianjurkan untuk melihat kaki sambil
berjalan. Berjalan dengan langkah cepat dicoba dengan alat bantu dan terapi
fisik.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Corwin, Elisabeth j.2009. Buku Saku
Patofisiologi, edisi 3.jakarta: EGC
Brunner
& Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Gisberg,lionel.2007. Lecture Notes
Neurologi, edisi 8..jakarta: Erlangga
(http:
msandme.multiply.com/ journal/item/1)
Istilah
1. Ataksia
: penyakit penyusutan
serebelum (otak kecil).
2. Perineum
: lantai pelvis dan struktur sekitarnya
yang menempati pintu bawah panggul, disebelah anterior dibatasi lateral oleh
tuber iskiadikum, dan disebelahnya posterior oleh os koksigeus.
BAB
III
PEMBAHASAN
Dari
pembahasan kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa Tn. Rudi (65 tahun) menderita
Demensia tipe Alzheimer yaitu suatu penyakit degeneratif otak yang progresif,
yang mematikan sel otak sehingga mengakibatkan menurunnya daya ingat, kemampuan
berpikir, dan perubahan perilaku.
Tanda
dan gejala yang muncul adalah mengalami masalah dalam mengingat detail dalam
pekerjaan, mengalami disorientasi terhadap tempat dan waktu, mengalami
kesulitan dalam tes ingatan sederhana, gagal mengingat salah satu dari enam
objek yang diperlihatkan padanya sepuluh menit sebelumnya, tidak dapat
mengingat nama orang tua atau saudara kandungnya, hal itu disebabkan pada
penyakit Alzheimer terjadi kematian sel otak dan defisit neuron kolinergik yang
menyebabkan penurunan daya ingat dan memori.
Tanda
dan gejala lain yang muncul adalah menjadi semakin keras kepala dan bahkan
bersikap kasar secara verbal dan fisik terhadap orang lain ketika ia merasa
terganggu, bicaranya tidak jelas dan penuh dengan frase yang tidak berarti, dan kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-harinya
seperti mandi dan berpakaian, itu disebabkan karena pasien Alzheimer mengalami
penurunan daya ingat sehingga terjadi perubahan proses berfikir dan perubahan
tingka laku.
Pemeriksaan fisik
yang perlu ditambahkan adalah Pemeriksaan fisik yang sebaiknya dilakukan per sistem dan terarah(B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan pada B3(Brain) dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan klien.
Pemeriksaan
penunjang yang perlu ditambahkan adalah CT Scan untuk mengetahui adanya Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel
keduanya, merupakan gambaran marker dominan yang sangat
spesifik pada penyakit Alzheimer
No comments:
Post a Comment