ALZHEIMER
BAB
I
KONSEP
TEORI
1.
Segi Medis
A. Pengertian
Penyakit
Alzheimer adalah penyakit degeneratif otak yang progresif, yang mematikan sel
otak sehingga mengakibatkan menurunnya daya ingat, kemampuan berpikir, dan
perubahan perilaku.
(Wahyudi
Nugroho, 2002, hal 176)
Penyakit
Alzheimer adalah penyakit yang bersifat degeneratif dan progresif pada otak
yang menyebabkan cacat spesifik pada neuron, serta mengakibatkan gangguan
memori, berpikir, dan tingkah laku.
(Sylvia, A. Price, 2006, hal 1134)
Penyakit
alzheimer adalah penyakit degenerasi neuron kolinergik yang merusak dan
menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun ke atas.
(Arif
Muttaqin, 2008, hal 364)
Kesimpulannya,
penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif yang menyerang sel otak secara
progresif yang mengakibatkan penurunan daya ingat, gangguan memori, berpikir tingkah laku dan kelumpuhan yang terutama menyerang
orang berusia 65 tahun ke atas.
B. Etiologi
Penyebab degenrasi neuron
kolinergik pada penyakit Alzheimer tidak diketahui. Sampai sekarang belum
satupun penyebab penyakit ini diketahui, tetapi ada tiga teori utama mengenai
penyebabnya, yaitu :
1. Virus
lambat
Merupakan
teori yang paling populer(meskipun belum terbukti) adalah yang berkaitan dengan
virus lambat. Virus-virus ini mempunyai masa inkubasi 2-30 tahun sehingga
transmisinya sulit dibuktikan. Beberapa jenis tertentu dari ensefalopati viral
ditandai oleh perubahan patologis yang menyerupai plak senilis pada penyakit
Alzheimer.
2. Proses
Autoimun
Teori
autoimun berdasarkan pada adanya peningkatan kadar antibodi-antibodi reaktif
terhadap otak pada penderita penyakit Alzheimer. Ada dua tipe amigaloid(suatu
kompleks protein dengan ciri seperti pati yang diproduksi dan dideposit pada
keadaan-keadaan patologis tertentu), yang satu kompos isinya terdiri atas
rantai-rantai IgG dan yang lainnya tidak diketahui. Teori ini menyatakan bahwa
komplek antigen-antibodi dikatabolisir oleh fagosit dan fragmen-fragmen
imunoglobulin dihancurkan di dalam lisosom.
3. Keracunan
aluminium
Teori keracunan aluminium
menyatakan bahwa karena aluminium bersifat neurotoksik, maka dapat menyebabkan
perubahan neuofibrilar pada otak. Deposit aluminium telah diidentifikasi pada
beberapa klien dengan penyakit Alzheimer, tetapi beberapa perubahan patologi yang
menyertai penyakit ini berbeda dengan yang terlihat pada keracunan aluminium.
(Arif Muttaqin, 2008,
hal 364-365)
C.
Patofisiologi
Proses penuaan
yang terjadi pada otak dapat berupa penurunan berat otak, pelebaran sulci
serebral, penyempitan gyrus dan pembesaran ventrikel-ventrikel.
Terjadinya
penyakit Alzheimer ini disebabkan karena adanya proses degeneratif dan
hilangnya kemampuan selektif sel-sel dalam korteks serebral. Hilangnya sel-sel
otak baik di kortikal maupun struktur subkortikal misalnya sel cholinergik
mengakibatkan menurunnya produksi neurotransmiter acethylcoline sampai dengan
75 %.
Hal ini yang
kemudian menimbulkan gangguan kognitif. Neuro transmiter lain yang mengalami
penurunan adalah nerophinephrine, dopamin, serotinin.
Secara
mikroskopik pasien alzheimer ditemukan adanya lesi pada jaringan otak yang
berupa “Neuritic Plague, Neurofibrillary tangles” serta adanya degenerasi
granulo vaskuler. Neuritic Plague mengelilingi sel-sel saraf terminal baik
akson maupun dendrit yang mengandung amiloid protein. Penumpukan Neuritic
Plague pada frontal korteks dan hipokampus mengakibatkan penurunan fungsi.
Neurofibrillary Tangles merupakan massa fibrosa pada sel saraf. Disamping itu
kemungkinan degeneratif sel otak juga terjadi akibat proses metabolisme. Dimana
pada pasien dengan alzheimer umumnya usia lanjut dan terjadi penurunan
metabolisme sekitar 25 %.
(Tarwoto,
2007, hal 181-182)
Patways
Faktor predisposisi : Virus Lambat,
Proses Autoimun, dan Keracunan Aluminium
|
Penurunan metabolisme dan aliran darah
di korteks parietalis superior
|
Degenerasi neuron Kolinergik
|
Kekusutan neurofibrilar yang
difus
|
|
Hilangnya serat saraf kolinergik
dikorteks cerebrum
|
Terjadi plak
senilis
|
|
Kelainan
neurotransmiter
|
|
Penurunan sel
neuron kolinergik yang berproyeksi ke hipokampus dan amigdala
|
Asetilkolin pada otak
|
Demensia
|
Perubahan
kemampuan merawat diri sendiri
|
|
Mengalami masalah
dalam mengingat detail pekerjaan, disorientasi terhadap tempat dan waktu,
mengalami kesulitan dalam tes ingatan sederhana
|
|
Menjadi semakin
keras kepala dan bersikap kasar secara verbal dan fisik terhadap orang lain
ketika merasa terganggu
|
|
Bicaranya tidak
jelas dan penuh dengan frase yang tidak berarti
|
|
|
|
|
|
||
Defisit perawatan
diri (berpakaian, higiene)
|
|
|
|
Gangguan komunikasi verbal
|
||
|
|
|
|
Resiko terhadap trauma
|
|
|
|
Gangguan persepsi
sensori
|
|
|
|
D. Manifestasi Klinis
Gejala klasik
penyakit demensia alzheimer adalah kehilangan daya ingat (memori) yang terjadi secara
bertahap, termasuk :
1.
Kesulitan menemukan
atau menyebutkan kata yang tepat
2.
Tidak mampu
mengenali objek
3.
Lupa cara
menggunakan benda biasa dan sederhana, seperti pensil
4.
Lupa mematikan
kompor, menutup jendela, atau menutup pintu
5.
Suasana hati dan
kepribadian dapat berubah
6.
Agitasi, masalah
dengan daya ingat, dan membuat keputusan yang buruk dapat menimbulkan perilaku
yang tidak biasa.
(Wahyudi Nugroho,
2002, hal 177)
E. Stadium Demensia Alzheimer
Penyakit
demensia alzheimer dapat berlangsung dalam tiga stadium, yaitu :
1.
Stadium awal(masa
1-3 tahun)
Gejala stadium
awal yang sering diabaikan dan disalah artikan sebagai usia lanjut atau sebagai
bagian normal dari proses otak menua. Klien menunjukan gejala sebagai berikut :
a.
Kesulitan dalam
berbahasa
b.
Mengalami kemunduran
daya ingat secara bermakana
c.
Disorientasi waktu
dan tempat
d.
Sering tersesat di
tempat yang biasa dikenal
e.
Kesulitan membuat
keputusan
f.
Kehilangan
inisiatif dan motivasi
g.
Menunjukan gejala
depresi dan agitasi
h.
Kehilangan minat
dalam hobi dan aktifitas
2.
Stadium
menengah(masa 3-10 tahun)
Proses
penyakit berlanjut dan masalah menjadi semakin nyata. Dan klien menunjukan
gejala sebagai berikut :
a.
Sangat mudah lupa,
terutama untuk peristiwa yang baru dan nama orang
b.
Tidak dapat
mengelola kehidupan sendiri tanpa timbul masalah
c.
Tidak dapat
memasak, membersihkan rumah, ataupun berbelanja
d.
Sangat bergantung
pada orang lain
e.
Semakin sulit
berbicara
f.
Membutuhkan bantuan
untuk membersihkan diri
g.
Terjadi perubahan
perilaku
h.
Adanya gangguan
kepribadian
3.
Stadium lanjut(masa
8-12 tahun)
Pada stadium
ini terjadi :
a.
Ketidak mandirian
dan inaktif yang total
b.
Tidak mengenali
anggota keluarga (disorientasi personal)
c.
Sukar memahami dan
menilai peristiwa
d.
Tidak mampu
menemukan jalan disekitar rumah sendiri
e.
Kesulitan berjalan
f.
Mengalami inkontinensia
(berkemih atau defekasi)
g.
Menunjukan perilaku
yang tidak wajar di masyarakat
h.
Akhirnya bergantung
pada kursi roda / tempat tidur
(Wahyudi Nugriho,
2002, hal 177-179)
F.
Pemeriksaan
Diagnostik
1.
Neuropatologi
Diagnosa
definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara
umum didapatkan:
·
atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal,
anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem
somatosensorik tetap utuh
·
berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
2.
Pemeriksaan neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia.
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia.
·
Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak
adanya gangguan fungsi kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit
yang terjadi.
·
Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan
oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan
ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa..
3.
CT Scan
·
Menyingkirkan
kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti
multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan
gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini
·
Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi
dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental
4.
MRI
·
Peningkatan
intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada
ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal.
Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada
daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran
sisterna basalis dan fissura sylvii.
·
MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan
penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
5.
EEG
Berguna untuk
mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit
alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non
spesifik
6.
PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan:
·
Penurunan aliran
darah
·
Metabolisme O2
·
Dan glukosa
didaerah serebral
·
Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat
berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi danselalu dan sesuai dengan hasil
observasi penelitian neuropatologi
7.
SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Aktivitas I. 123 terendah
pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini berkolerasi dengan
tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT
dan PET) tidak digunakan secara rutin.
8.
Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan
laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan
penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12,
Calsium, Posfor, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi
sifilis, skreening antibody yang dilakukan secara selektif.
G.
Komplikasi
Komplikasi Alzheimer erat
kaitannya dengan gangguan immobilisai seperti:
·
Pneumonia
·
Inkontinensia urine
dan bowel
·
Kontraktur
·
Dekubitus
(Tarwoto, 2007, hal
183)
H. Penatalaksanaan
Pengobatan
penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas.
a.
Pengobatan Simptomatik
1.
Inhibitor kolinesterase
Beberapa
tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan
simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan
kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan
anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine).
Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama
pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti
kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada organ normal dan
penderita Alzheimer.
2.
Thiamin
Penelitian
telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan thiamin
pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase
(45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian
thiamin hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral,
menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo
selama periode yang sama.
3.
Nootropik
Nootropik
merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi
dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada
penderita Alzheimer tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.
4.
Klonidin
Gangguan
fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan
noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan
noradrenergik alpha 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama
4 minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi
kognitif.
5.
Haloperidol
Pada
penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi)
dan tingkah laku. Pemberian oral haloperidol 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer
menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depressant (aminitryptiline25-100
mg/hari).
6.
Acetyl
L-Carnitine (ALC)
Merupakan
suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzim
ALC transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat meningkatkan
aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis
1-2 gr /hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat
memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.
b.
Terapi Nonfarmakologi
1.
Support nutrisi dan cairan
2.
Diet cair atau lunak
3.
Fisioterapi
4.
Istirahat yang cukup
5.
Terapi musik
6.
Terapi rekreasi
I.
Upaya menunda
kepikunan
Upaya menunda
kepikunan dapat dilakukan dengan :
1.
Menghindari faktor
resiko yang dapat menimbulkan penyakit alzheimer
2.
Hidup sehat fisik
dan rohani ( olahraga teratur dengan makanan 4 sehat 5 sempurna)
3.
Latihan mempertajam
memori (kebugaran mental) :
a.
Kerjakan aktifitas
sehari-hari secara rutin
b.
Gunakan daftar
tugas tertulis, (seperti jenis barang yang akan dibeli)
(Wahyudi Nugroho,
2002, hal 199)
2.
Segi
Keperawatan
A. Pengkajian
1.
Anamnesis
Identitas klien
meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosa medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dan keluarga untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah penurunan daya ingat, perubahan kognitif, dan
kelumpuhan gerak ekstremitas.
2.
Riwayat penyakit saat
ini
Pada anamnesa, klien
mengeluhkan sering lupa dan hilangnya ingatan yang baru. Pada beberapa kasus,
keluarga sering mengeluhkan bahwa klien sering mengalami tingkah laku aneh dan
kacau serta sering keluar rumah sendiri tanpa meminta izin pada anggota
keluarga yang lain sehingga sangat meresahkan anggota keluarga yang menjaga
klien.
3.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang perlu
ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit
jantung, penggunaaan obat-obatan anti ansietas dalam jangka waktu yang lama.
Dan riwayat Sindrom down yang pada suatu saat kemudian menderita penyakit
Alzheimer pada usia empat puluhan.
4.
Riwayat Penyakit
Keluarga
Penyebab penyakit
Alzheimer ditemukan memiliki hubungan genetik yang jelas. Diperkirakan 10-30%
klien Alzheimer menunujukkan tipe yang diwariskan dan dinyatakan sebagai
penyakit Alzheimer familiar (FAD).
Pengkajian adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan
Diabetes mellitus diperlukan untuk melihat adanya komplikasi penyakit lain yang
dapat mempercepat progresifnya penyakit.
5.
Pengkajian Psiko Sosio
Spiritual
Pengkajian mekanisme
koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit
yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respons atau pengaruhnya dalam masyarakat.
Adanya pperubahan hubungan dan peran kerana klien mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan
klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak
kooperatif.
6. Pemeriksaan
fisik
Setelah melakukan
anamnesis yang mengrah pada keluhan-keluhan klien, oemeriksaan fisik sangat
berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan per sistem dan terarah(B1-B6) dengan fokus pemeriksaan pada B3(Brain)
dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan klien.
1. Keadaan
Umum
Klien dengan penyakit
Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron
kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubhan pada tanda vital meliputi bradikardi,
hipotensi, dan oenurunan frekuensi pernapasan.
a.
B1 (BREATHING)
Gangguan fungsi
pernapasan berkaitan dengan hipoventilasi, inaktivitas, aspirasi , makanan atau
saliva, dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran napas.
1.
Inspeksi, didapatkan
klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, dan penggunaan otot bantu napas.
2.
Palpasi, taktil
premitus seimbang kanan dan kiri.
3.
Perkusi, adanya suara
resonan pada seluruh lapangan paru.
4.
Auskultasi, bunyi napas
tambahan seperti napas berbunyi, ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien
dengan inaktivitas.
b.
B2 (BLOOD)
Hipotensi postural
berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan pada pengaturan
tekanan darah oleh sistem saraf otonom.
c.
B3 (BRAIN)
Pengkajian B3(brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada
sistem lainnya.
Inspeksi umum
didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan status kognitif klien.
2. Pemeriksaan
Fungsi Serebri
Status mental :
biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan
penurunan status
3. Tingkat
kesadaran
Tingkat
kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status
kognitif klien.
4. Pemeriksaan
saraf cranial
a. Saraf I. Biasanya pada
klien dengan penyakit Alzheimer tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak
ada kelainan.
b. Saraf
II. Hasil tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan sesuai tingkat usia.
Klien dengan penyakit Alzheimer mengalami penurunan ketajaman penglihatan.
c. Saraf
III, IV, VI. Pada beberapa kasus penyakit Alzheimer biasanya tidak ditemukan
adanya kelainan pada nervus ini.
d. Saraf
V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada nervus ini.
e. Saraf
VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal.
f. Saraf
VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis dan
penurunan aliran darah regional.
g. Saraf
IX dan X. Didapatkan kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan
perubahan status kognitif.
h. Saraf
XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i.
Saraf XII. Lidah
simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra
pengecapan normal.
5. Sistem
Motorik
·
Inspeksi umum, pada
tahap lanjut, klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada fungsi motorik
secara umum.
·
Tonus otot didapatkan
meningkat.
·
Keseimbangan dan
koordinasi, didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan status
kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.
6. Pemeriksaan
Refleks
Pada tahap lanjut penyakit Alzheimer,
sering didapatkan bahwa klien kehilangan refleks postural , apabila klien
mencoba untuk berdiri klien akan berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan
berjalan dengan gaya berjalan seperti di dorong. Kesulitan dalam berputar dan
hilangnya keseimbangan(salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat
menimbulkan sering jatuh.
7. Sistem
Sensorik
Sesuai berlanjutnya usia, klien dengan
penyakit Alzheimer mengalami penurunan terhadap sensorik secara progresif.
Penurunan sensorik yang ada merupakan hasil dari neuropati yang dihubungkan
dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.
a.
B4 (BLADDER)
Pada
tahap lanjut, beberapa klien sering berkemih tidak pada tempatnya, biasanya
yang berhubungan dengan penurunan status kognitif pada klien Alzheimer.
Penurunan refleks kandung kemih yang bersifat progresif dan klien mungkin
mengalami inkontinensia urin, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan
postural.
b.
B5 (BOWEL)
Pemenuhan nutrisi berkurang yang
berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum dan
perubahan status kognitif. Karena penurunan aktifitas umum, klien sering
mengalami konstipasi
c.
B6 (BONE)
Pada
tahap lanjut biasanya didapatkan adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan umum dan penurunan status kognitif menyebabkan masalah pada pola
aktifitas dan pemenuhan aktivitas sehari-hari. Adanya gangguan keseimbangan dan
koordinasi dalam melakukan pergerakan disebabkan karena perubahan pada gay
berjalan dan kaku seluruh gerakan akan memberikan risiko pada trauma fifik bila
melakukan aktivitas
B.
Diagnosa
Keperawatan
1.
Gangguan persepsi
sensori berhubungan dengan defisit kognitif, gangguan sensori
2.
Defisit perawatan
diri ( makan, minum, berpakaian, hiegiene)
berhubungan dengan perubahan proses pikir
3.
Pemenuhan nutrisi
yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat dan
perubahan proses pikir.
4.
Gangguan komunikasi
verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir
5.
Koping individu
tidak efektif berhubungan dengan perubahan proses pikir dan disfungsi karena
perkembangan penyakit
6.
Resiko injuri
berhubungan dengan kehilangan memori, kerusakan motorik dan kerusakan
komunikasi
7.
Resiko terhadap
trauma berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengenal bahaya dalam lingkungan
C.
Intervensi
Keperawatan
1.
Gangguan persepsi
sensori berhubungan dengan defisit kognitif, gangguan sensori
Tujuan : setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, terjadi peningkatan memori dengan
kriteria hasil :
·
Pasien dapat
menunjukkan kemampuan meningkatkan memori, orientasi dan berkurangnya gelisah
Intervensi
|
Rasional
|
1. Perkenalkan namanya
|
membantu mengingat hal yang penting atau mendasar
|
2. Buat jadwal kegiatan
|
Pasien dapat mengingat kegiatan dan waktu
|
3. Pajang foto keluarga, teman, dan rumah
|
mengingat diri dan keluarga
|
4. Lakukan latihan memori yang sederhana
|
membantu meningkatkan memori pasien
|
5. Kaji orientasi pasien
|
mengidentifikasi kemampuan orientasi pasien
|
6. Panggil pasien dengan namanya
|
mengingat namanya sendiri
|
7. Pemberi perwatan sebaiknya orang yang sama
|
mudah mengingat dan lebih kooperatif
|
8. Lakukan pekerjaan yang mudah secara rutin
|
melatih orientasi pasien
|
2.
Defisit perawatan
diri ( makan, minum, berpakaian, hiegiene)
berhubungan dengan perubahan proses pikir
Tujuan : setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama dalam waktu 2 x 24 jam, terdapat perilaku
peningkatan dalam pemenuhan perawatan diri dengan kriteria hasil :
·
klien dapat
menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri
·
Mengidentifikasikan
individu / keluarga yang dapat membantu
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Hindari aktifitas
yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu
|
Klien dalam keadaan cemas dan tergantung. Hal ini
dilakaukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien
|
2.
Ajarkan dan
dukung klien selama aktifitas
|
Dukungan pada klien selama aktifitas dapat meningkatkan
perawatan diri
|
3.
Gunakan
pagar disekeliling tempat tidur
|
Memberi bantuan dalam mendorong diri untuk bangun tanpa
bentuan orang lain serta mencegah klien mengalami trauma
|
4. Modifikasi lingkungan
|
Untuk mengkompensasi ketidakmampuan fungsi
|
5. Identifikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum, dan meningkatkan aktifitas
|
Menigkatkan latihan dan menolong mencagah konstipasi
|
6. Kolaborasi
Pemberian supositoria dan pelumas feses atau pencahar
|
Pertolongan pertama terhadap fungsi bowell atau BAB
|
3.
Pemenuhan nutrisi
yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat dan
perubahan proses pikir.
Tujuan : setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
dengan kriteria hasil :
·
Mengerti tentang
pentingnya nutrisi bagi tubuh
·
Memperlihatkan
kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium
Intervensi
|
Rasional
|
1. Evaluasi kemampuan makan klien
|
Klien mengalami kesulitan dalam mempertahankan berat
badan mereka, mulut mereka kering akibat obat-obatan dan mengalami kesulitan
mengunyah dan menelan
|
2. Observasi / timbang berat badan jika memungkinkan
|
Tanda kehilangan berat badan dan kekurangn intake
nutrisi menunjang terjadinya masalah katabolisme
|
3. Kaji fungsi sistem Gastrointestinal yang meliputi suara bising usus
|
Fungsi sistem gastrointestinal sangant penting untuk
makanan
|
4. Anjurkan pemberian cairan 2500 cc / hari selama tidak terjadi gangguan
jantung
|
Mencegah terjadinya dehidrasi akibat penggunaan
ventilator selama tidak sadar dan mencegah terjadinya konstipasi
|
5. Lanjutkan pemeriksaan laboratorium yang diindikasikan seperti serum,
transferin, dan glukosa
|
Memberikan informasi yang tepat tentang keadaan nutrisi
yang dibutuhkan klien
|
4.
Gangguan komunikasi
verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir
Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam,
terjadi peningkatan dalam perilaku komunikasi yang efektif dengan kriteria
hasil:
·
membuat
teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan
·
meningkatkan
kemampuan berkomunikasi
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi
|
Gangguan bicara ada pada banyak klien yang mengalami
penyakit Alzheimer
|
2. Menentukan cara-cara komunksi seperti mempertahankan kontak mata
|
Mempertahankan kontak mata akan membuat klien tertarik
selama komunikasi
|
3. Letakkan bel/lampu panggilan ditempat yang mudah dijangkau dan berikan
penjelasan cara menggunakannya
|
Ketergantungan klien pada ventilator akan lebh baik,
rileks, perasaan aman, dan mengerti bahwa selama menggunakan ventilator
perawat akan memenuhi segala kebutuhannya
|
4. Buatlah catatan dikantor perawatan tentang keadaan klien yang tak dapat
berbicara
|
Mengingatkan staf perawat untuk berespons dengan klien
selama memberikan perawatan
|
5. Anjurkan keluarga/orang lain yang dekat dengan klien untuk berbicara
dengan klien memberikan informasi tentang keluarganya
|
Keluarga dapat merasakan akrab dengan berada dekat
klien selama berbicara
|
6. Kolaborasi dengan ahli wicara bahasa
|
Ahli terapi wicara bahasa dapat membantu dalam
membentuk peningkatan latihan percakapan dan membantu patugas kesehatan untuk
mengembangkan metode komunikasi
|
5.
Koping individu
tidak efektif berhubungan dengan perubahan proses pikir dan disfungsi karena
perkembangan penyakit
Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam, koping menjadi efektif dengan kriteria
hasil :
·
mampu menyatakan
komunikasi dengan orang terdekat tentang situasi yang terjadi
·
Mampu menyatakan
penerimaan diri terhadap situasi
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat
ketidakmampuan
|
Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana
perawatan
|
2. Dukung kemampuan koping
|
Kepatuhan terhadap program latihan dan berjalan
membantu memperlambat kemajuan penyakit
|
3. Catat ketika klien menyatakan terpengaruh seperti sekarat
|
Mendukung penolakan terhadap perasaan negatif terhadap
gambaran tubuh
|
4. Beri dukungan psikologis secara menyeluruh
|
Klien Alzheimer sering merasakan malu, sehingga klien
dibantu dan didukung untuk mencapai tujuan yang ditetapkan
|
5. Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari
|
Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari untuk
mencegah waktu tidur yang terlalu banyak yang dapat mengarah pada tidak
adanya keinginan dan apatis.
|
6.
Resiko injuri
berhubungan dengan kehilangan memori, kerusakan motorik dan kerusakan
komunikasi
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam, tidak terjadi injuri
pada pasien dengan kriteria hasil :
·
Injuri dapat
dicegah
·
Tidak terjadi
injuri
Intervensi
|
Rasional
|
1. Monitor fungsi motorik dan keseimbangan berjalan
|
Menetapkan kemungkinan jatuh
|
2. Berikan alat bantu tongkat atau kursi roda
|
Membantu melakukan pergerakan dan mengurangi resiko
jatuh
|
3. Jelaskan pada pasien setelah bangun tidur tidak langsung melakukan
pergerakan
|
Postural hipotensi kemungkinan terjadi sehingga dapat
mengakibatkan pasien jatuh
|
4. Penerangan yang cukup dan lantai tidak licin
|
Mengurangi resiko jatuh
|
5. Letakkan benda-benda berbahaya pada tempat yang aman
|
Menghindari terjadinya cedera
|
6. Letakkan benda-benda pada tempat semula dan hindari merubah-rubah tempat
|
Tidak membingungkan pasien dan meningkatkan daya ingat
|
7.
Resiko terhadap
trauma berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengenal bahaya dalam lingkungan
Tujuan : dalam waktu 2 x 24
jam, tidak terjadi trauma dengan kriteria hasil:
·
Tidak mengalami
trauma
·
Keluarga mengenali
risiko potensial di lingkungan
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji derajat gangguan kemampuan atau kompetensi, munculnya tingkah laku
yang impulsif.
|
Mengidentifikasi resiko potensial dilingkungan dan
mempertinggi kesadaran sehingga pemberi asuhan lebih sadar akan bahaya
|
2. Hilangkan atau minimalkan sumber bahaya dalam lingkungan.
|
Seseorang dengan gangguan kognitif merupakan awal untuk
mengalami trauma sebagai akibat ketidakmampuan untuk bertanggung jawab
terhadap keamanan
|
3. Alihkan perhatian pasien keitka berperilaku berbahaya
|
Mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi
yang dapat meningkatkan resiko terjadinya trauma
|
4. Kenakan pakaian sesuai lingkungan fisik atau kebutuhan individu
|
Perlambatan proses metabolisme secara umum
mengakibatkan penurunan suhu tubuh
|
5. Lakukan pemantauan terhadap efek samping obat
|
Pasien mungkin tidak dapat melaporkan tanda atau gejala
dan obat dapat dengan mudah menimbulkan kadar toksisitas pada lansia.
|
BAB
III
PEMBAHASAN
KASUS
Kasus Alzheimer
Tn. Rudi (65 tahun)
seorang juru gambar dirawat di rumah sakit karena keluarganya tidak mampu lagi
mengendalikan perilaku bermasalahnya. Menurut kelurganya, ia sering mengalami
masalah dalam mengingat detail pekerjaan. Selain itu masalah yang tampak di
rumah yaitu dimana ia menjadi keras kepala dan bahkan bersikap kasar secara
verbal dan fisik terhadap orang lain ketika ia merasa terganggu. Ia juga
kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-harinya seperti mandi dan
berpakaian. Pada pemeriksaan neurologis menunjukkan bahwa ia mengalami
disorientasi terhadap tempat dan waktu. Ia mengalami kesulitan dalam tes ingat
sederhana, gagal mengingat salah satu dari enam objek yang diperlihatkan
padanya sepuluh menit sebelumnya, tidak dapat mengingat nama orang tua atau
saudara kandungnya. Bicaranya tidak jelas dan penuh dengan frase yang tidak
berarti. Dari hasil pemeriksaan neurologis tersebut pasien didiagnosa menderita
demensia tipe Alzheimer. Terapi yang diberikan adalah obat-obat antipsikotik.
A.
Pengelompokan data
DS :
·
Menurut
keluarganya, ia sering mengalami masalah dalam mengingat detail dalam pekerjaan
·
Ia menjadi semakin
keras kepala dan bahkan bersikap kasar secara verbal dan fisik terhadap orang
lain ketika ia merasa terganggu
·
Ia juga kesulitan
dalam pemenuhan kebutuhan sehari-harinya seperti mandi dan berpakain
DO :
·
Pada pemeriksaan
neurologis menunjukkan bahwa ia mengalami disorientasi terhadap tempat dan
waktu
·
Ia mengalami
kesulitan dalam tes ingatan sederhana, gagal mengingat salah satu dari enam
objek yang diperlihatkan padanya sepuluh menit sebelumnya, tidak dapat mengingat
nama orang tua atau saudara kandungnya
·
Bicaranya tidak
jelas dan penuh dengan frase yang tidak berarti
·
Dari hasil
pemeriksaan neurologis tersebut pasien didiagnosa menderita demensia tipe
Alzheimer
B.
Analisa data
No
|
Tanda
dan Gejala
|
Etiologi
|
Problem
|
1.
|
DS
:
·
Menurut keluarganya, ia
sering mengalami masalah dalam mengingat detail dalam pekerjaan
DO :
·
Pada pemeriksaan neurologis
menunjukkanbahwa ia mengalami disorientasi terhadap tempat dan waktu
·
Ia mengalami kesulitan dalam
tes ingatan sederhana, gagal mengingat salah satu dari enam objek yang
diperlihatkan padanya sepuluh menit sebelumnya, tidak dapat mengingat nama
orang tua atau saudara kandungnya
·
Dari hasil pemeriksaan
neurologis tersebut pasien didiagnosa menderita demensia tipe Alzheimer
|
Defisit
kognitif, Gangguan Sensori
|
Gangguan
persepsi sensori
|
2.
|
DS :
·
Ia menjadi semakin keras
kepala dan bahkan bersikap kasar secara verbal dan fisik terhadap orang lain
ketika ia merasa terganggu
DO:
·
Dari hasil pemeriksaan
neurologis tersebut pasien didiagnosa menderita demensia tipe Alzheimer
|
Ketidakmampuan
untuk mengenal bahaya dalam lingkungan
|
Resiko
terhadap trauma
|
3.
|
DS
: -
DO :
·
Bicaranya tidak jelas dan
penuh
dengan frase yang tidak berarti
|
Perubahan
proses pikir
|
Gangguan
komunikasi verbal
|
4.
|
DS :
·
Ia juga kesulitan dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-harinya seperti mandi dan berpakain
DO :
·
Dari hasil pemeriksaan
neurologis tersebut pasien didiagnosa menderita demensia tipe Alzheimer
|
Kerusakan
Kognitif
|
Defisit
perawatan diri
|
C.
Diagnosa
keperawatan
1.
Gangguan persepsi
sensori berhubungan dengan defisit
kognitif, gangguan sensori
2.
Resiko terhadap
trauma berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk mengenal bahaya dalam lingkungan
3.
Gangguan komunikasi
verbal berhubungan dengan perubahan
proses pikir
4.
Defisit perawatan
diri berhubungan dengan kerusakan
kognitif
D.
Intervensi
keperawatan
Diagnosa keperawatan 1
Gangguan persepsi sensori
berhubungan dengan defisit kognitif, gangguan sensori
v Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2
x 24 jam, terjadi peningkatan memori dengan kriteria hasil :
·
Pasien dapat
menunjukkan kemampuan meningkatkan memori, orientasi dan berkurangnya gelisah
v Intervensi
1.
Perkenalkan namanya
R/ membantu mengingat hal yang
penting atau mendasar
2.
Buat jadwal
kegiatan
R/ pasien dapat mengingat
kegiatan dan waktu
3.
Pajang foto
keluarga, teman, dan rumah
R / mengingat diri dan keluarga
4.
Lakukan latihan
memori yang sederhana
R / membantu meningkatkan
memori pasien
5.
Kaji orientasi
pasien
R / mengidentifikasi kemampuan
orientasi pasien
6.
Panggil pasien
dengan namanya
R / mengingat namanya sendiri
7.
Pemberi perwatan
sebaiknya orang yang sama
R / mudah mengingat dan lebih
kooperatif
8.
Lakukan pekerjaan
yang mudah secara rutin
R/ melatih orientasi pasien
Diagnosa keperawatan 2
Resiko terhadap trauma
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengenal bahaya dalam lingkungan
v Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2
x 24 jam, tidak terjadi trauma dengan kriteria hasil :
·
Tidak mengalami
trauma
·
Keluarga mengenali
risiko potensial di lingkungan
v Intervensi
1.
Kaji derajat
gangguan kemampuan atau kompetensi, munculnya tingkah laku yang impulsif.
R / mengidentifikasi resiko
potensial dilingkungan dan mempertinggi kesadaran sehingga pemberi asuhan lebih
sadar akan bahaya
2.
Hilangkan atau
minimalkan sumber bahaya dalam lingkungan.
R / seseorang dengan gangguan
kognitif merupakan awal untuk mengalami trauma sebagai akibat ketidakmampuan
untuk bertanggung jawab terhadap keamanan
3.
Alihkan perhatian
pasien keitka berperilaku berbahaya
R / mempertahankan keamanan
dengan menghindari konfrontasi yang dapat meningkatkan resiko terjadinya trauma
4.
Kenakan pakaian
sesuai lingkungan fisik atau kebutuhan individu
R / perlambatan proses
metabolisme secara umum mengakibatkan penurunan suhu tubuh.
5.
Lakukan pemantauan
terhadap efek samping obat
R / pasien mungkin tidak dapat
melaporkan tanda atau gejala dan obat dapat dengan mudah menimbulkan kadar
toksisitas pada lansia
Diagnosa keperawatan 3
Gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan perubahan proses pikir
v Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x
24 jam, terjadi peningkatan dalam perilaku komunikasi yang efektif dengan
kriteria hasil:
·
membuat
teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan
·
meningkatkan
kemampuan berkomunikasi
v Intervensi:
1.
Kaji kemampuan
klien untuk berkomunikasi
R/ Gangguan bicara ada pada
banyak klien yang mengalami penyakit Alzheimer
2.
Menentukan
cara-cara komunksi seperti mempertahankan kontak mata
R/ Mempertahankan kontak mata akan membuat klien
tertarik selama komunikasi
3.
Letakkan bel/lampu
panggilan ditempat yang mudah dijangkau dan berikan penjelasan cara
menggunakannya
R/ Ketergantungan klien pada
ventilator akan lebh baik, rileks, perasaan aman, dan mengerti bahwa selama
menggunakan ventilator perawat akan memenuhi segala kebutuhannya
4.
Buatlah catatan
dikantor perawatan tentang keadaan klien yang tak dapat berbicara
R/ Mengingatkan staf perawat
untuk berespons dengan klien selama memberikan perawatan
5.
Anjurkan
keluarga/orang lain yang dekat dengan klien untuk berbicara dengan klien
memberikan informasi tentang keluarganya
R/ Keluarga dapat merasakan
akrab dengan berada dekat klien selama berbicara
6.
Kolaborasi dengan
ahli wicara bahasa
R/ ahli terapi wicara bahasa
dapat membantu dalam membentuk peningkataan latihan percakapan
Diagnosa keperawatan 4
Defisit perawatan diri
berhubungan dengan kerusakan kognitif
v Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dalam
waktu 2 x 24 jam, terdapat perilaku peningkatan dalam pemenuhan perawatan diri
dengan kriteria hasil :
·
klien dapat
menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri
·
Mengidentifikasikan
individu / keluarga yang dapat membantu
v Intervensi
1.
Kaji kemampuan dan
tingkat penurunan kemampuan melakukan ADL
R/ membantu dalam
mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual
2.
Hindari aktifitas
yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu
R / klien dalam keadaan cemas
dan tergantung. Hal ini dilakaukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien
3.
Ajarkan dan dukung
klien selama aktifitas
R / dukungan pada klien selama
aktifitas dapat meningkatkan perawatan diri
4.
Gunakan pagar
disekeliling tempat tidur
R / memberi bantuan dalam
mendorong diri untuk bangun tanpa bentuan orang lain serta mencegah klien
mengalami trauma
5.
Identifikasi
kebiasaan BAB, anjurkan minum, dan meningkatkan aktifitas
R / menigkatkan latihan dan
menolong mencagah konstipasi
DAFTAR
PUSTAKA
Doenges,
Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Muttaqin,
Arif. 2002. Asuhan Keprawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta
: Salemba Medika
Nugroho, Wahyudi. 2002. Keperawatan Gerontik & Geriatik.
Jakarta : EGC
Price, Sylvia
A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC
Tarwoto dan
Wartonah, 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Sagung Seto
No comments:
Post a Comment